Tak Hanya Raka, Dewa Juga Menginginkanku

Langit berwarna kelabu saat Nadia menyelinap keluar dari sekolah. Jantungnya berdebar kencang—bukan karena takut ketahuan, tetapi karena ekspektasi yang menggeliat dalam dirinya.

Hari ini, dia melakukan sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya: bolos sekolah untuk menemui Raka.

Kenapa dia tiba-tiba nekat?

Sederhana. Raka selalu punya cara untuk membuatnya penasaran. Ada sesuatu dalam diri laki-laki itu yang tak bisa ditolak—tatapan matanya yang tajam, caranya berbicara, kepercayaan dirinya yang luar biasa.

Nadia mengetuk pintu rumahnya pelan.

Tak butuh waktu lama, pintu terbuka, dan di sana Raka berdiri, bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek. Rambutnya sedikit acak-acakan, seolah baru bangun tidur.

“Gila. Kamu beneran datang?” gumamnya, sudut bibirnya terangkat dengan senyum nakal.

Nadia menggigit bibir.

“Aku nggak bisa lama,” katanya setengah berbisik.

“Kalau gitu, kita nggak boleh buang-buang waktu,” balas Raka, menarik tangannya dengan cepat ke dalam rumah, sebelum pintu tertutup di belakang mereka.


Di Balik Pintu yang Tertutup

Dunia terasa mengecil. Jantung Nadia berdetak lebih cepat, sementara udara di antara mereka terasa lebih panas.

“Kenapa sih kamu ngajak aku ke sini?” Nadia pura-pura bertanya, padahal dia tahu jawabannya.

Raka menatapnya dalam, jemarinya yang kasar menyentuh pipinya—lembut, namun penuh kepastian.

“Kamu yang datang ke sini, jadi aku yang harus nanya: kamu mau apa, Nad?”

Nadia terdiam. Tubuhnya bergetar.

Bukan karena takut…

Tapi karena perasaan aneh yang merayap dalam dirinya.

Lalu, sebelum sempat menjawab, Raka mendekat—terlalu dekat.

“Aku nggak maksa,” bisiknya tepat di telinganya. “Tapi kalau kamu sudah di sini, aku harus pastikan kamu dapat sesuatu yang berharga.”

Nadia nyaris lupa cara bernapas saat Raka semakin mendekat.

Hidung mereka hampir bersentuhan.

Namun…


Ketukan Pintu yang Mengubah Segalanya

Tiba-tiba, suara ketukan keras di pintu membuat mereka terlonjak.

“Raka! Gue masuk, bro!”

Sebelum sempat bereaksi, pintu kamar terbuka lebar, dan sosok tinggi dengan hoodie hitam masuk dengan santai.

Dunia Nadia berhenti berputar.

Itu… Dewa.

Mantan kekasihnya.

Jantungnya hampir meloncat keluar dari dadanya. Laki-laki yang dulu mengisi hari-harinya, yang dulu pernah ia cintai, kini berdiri di depan matanya—di rumah pacarnya.

“Anjir…” Dewa mengernyit, matanya membelalak saat melihat Nadia. “Lo pacaran sama Raka?”

Nadia tak bisa menjawab.

Dia ingin marah, tapi di saat yang sama… ada sesuatu yang membuat tubuhnya menggigil.

Tatapan Dewa tidak sama seperti dulu.

Ada sesuatu dalam matanya yang berbeda—sesuatu yang lebih gelap, lebih liar.

“Kenapa lo di sini, bro?” Raka bertanya dengan nada tegang.

Dewa terkekeh pelan.

“Harusnya gue yang nanya. Lo tahu kan kalau gue pernah sama Nadia?”

Hening.

Nadia menatap ke arah Raka, lalu ke arah Dewa.

Dia tahu seharusnya dia merasa bersalah.

Tapi yang dia rasakan justru sebaliknya.

Dia merasa tertantang.

Dia merasa terbakar.

Dan entah kenapa, dia tidak ingin lari.

“Lo masih ingat nggak, Nad?” suara Dewa rendah, hampir seperti bisikan.
“Dulu, waktu kita masih bareng… kamu selalu suka kalau aku ngebisikin sesuatu di telinga kamu.”

Dunia berputar lebih lambat.

Nadia menggigit bibirnya. Sial.

Kenapa dia justru merasa tubuhnya melemas mendengar itu?

Raka menatap Dewa dengan mata tajam.

“Dewa, gue rasa lo harus pergi.”

Tapi sebelum Dewa menjawab, Nadia justru yang berbicara.

“Tunggu.”

Raka dan Dewa sama-sama menatapnya.

“Aku nggak keberatan,” bisiknya, hampir tanpa suara.

Mata Raka membelalak.

Dewa tersenyum miring.

Dan dalam sekejap…

Suasana di dalam kamar itu berubah sepenuhnya.

Untuk Cerita lebih lengkap Silahkan Klik DISINI

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *